Kalpataru 2006
Orang Rimba merupakan suku asli yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Kawasan yang luasnya 60.500 ha ini telah di diami komunitas Orang Rimba sejak nenek moyangnya dan merupakan tersisa hutan sekarang ini dari keseluruhan kawasan pengembaraan suku Orang Rimba dimasa lalu. Tingginya laju deforestasi dan konversi kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan telah menjadikan sebagian besar Orang Rimba menjadi sangat marginal karena kehilangan hak atas sumber daya dan tanah. Karena itu hutan dalam kawasan TNBD menjadi sentra terakhir keberlanjutan budaya dan penghidupan Orang Rimba.
Perjalanan panjang perjuangan kawasan hutan di Bukit duabelas untuk menjadi kawasan hak hidup Orang Rimba tidak terlepas dari sejarah dan peran Temenggung Tarib. Nama Tarip sendiri diberikan oleh para dukun rimba terdahulu yang bermakna ”kearifan”, yang berarti tempat berkumpulnya segala kebaikan dan kebajikan. Kegigihan dalam mempertahankan TNBD itu yang membawa Temenggung Tarib dan kelompoknya mendapat penghargaan, Kalpataru 2006 dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang diserahkan langsung oleh Presiden Bapak SBY di istana negara. Anugerah itu diberikan karena menilai Tarib, bersama anggota kelompoknya, melakukan kegiatan yang mampu menyelamatkan hutan alam dan keanekaragaman hayati yang ada di dalam dan sekitar TNBD.
Dalam menyelamatkan TNBD, kegiatan yang dilakukan kelompok tumenggung ini sudah menjadi bagian dari kehidupan Orang Rimba secara umum. Mereka membuka ladang, yang ditanami padi atau umbi-umbian dikawasan sekitar taman. Setelah satu kali masa panen, ladang itu ditanami karet. Cara pembukaan ladang dilakukan dengan pola hompongon, yakni berbanjar, menyisir batas taman.
Hompongon itu bagaikan benteng yang menghalangi kegiatan orang luar yang ingin membuka ladang atau melakukan pembalakan liar di dalam taman. Hompongon juga sebagai salah satu alat untuk memperkuat posisi Orang Rimba dalam mempertahankan hak-haknya di dalam TNBD. Hompongon memang sangat berarti bagi Orang Rimba dalam mempertahankan hutan di TNBD.
Dengan adanya hompongon, orang luar terhalang masuk taman. Sebab sudah ada kesepakatan adat yang dilakukan Orang Rimba dengan masyarakat di luar Taman. Dilarang masuk ke dalam taman jika sudah ada ladang yang ditanami karet milik Orang Rimba di pinggirnya. "Bilo ado urang terang ndok masuk ke dalom rimba kami biso didendo adat, (Kalau ada orang terang-- terang dari luar kelompok Orang Rimba-- masuk lewat ladang kami, akan kena denda)," tegas Tarib soal sanksi bagi yang melanggar.
Pembuatan Hompongan yang dilakukan oleh Orang Rimba ini juga tidak lepas dari peran serta KKI Warsi yang telah sejak 1997 aktif mendamping Orang Rimba untuk memperoleh hak-hak mereka secara lebih adil.
Berbagai perundingan dan perjanjian telah dilakukan dengan kelompok pengeksploitasi, namun tetap saja pihak luar ingin memperebutkan TNBD untuk diambil kayu dan lahan secara illegal. Hampir dalam setiap pertemuan dengan pemerintah Temenggung Tarib dan Temenggung lainnya selalu menyampaikan harapan komunitas Orang Rimba TNBD untuk memohon perlindungan, agar hutan mereka tetap terjaga.
Moment anugrah Kalpataru ini, juga menjadi harapan baru bagi Kumunitas Orang Rimba TNBD kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan dan melindungi kawasan.Orang Rimba memang masih bercawat dan tinggal di hutan. Tapi mereka punya kearifan memelihara hutan, agar tetap lestari. Penghargaan Kalpataru ini sudah membuktikan. Perjuangan itu akan menjadi catatan sejarah yang akan mereka kenang, setidaknya oleh semua Orang Rimba di TNBD.
buka aja ...www.warsi.or.id...